 
UIN Siber Cirebon (Depok) — Gagasan “Muhsin Sejati” menggema kuat di panggung Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS) 2025, yang digelar di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Rabu (29/10).
Dua guru besar dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Dr. H. Ilman Nafia, M.Ag. dan Prof. Dr. Hj. Septi Gumiandari, M.Ag., tampil memukau sebagai presenter terpilih di antara ribuan abstrak yang masuk dari 31 negara, menegaskan reputasi global UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dalam kancah akademik Islam internasional.
“Integrated Sciences”, Bukan Sekadar Integrasi Keilmuan
Dalam forum bertema Science and Technological Transformation, Prof. Ilman Nafia, yang juga Direktur Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, membuka presentasinya dengan pernyataan yang memantik perhatian peserta:
“Secara pribadi, saya tidak setuju dengan konsep integration of science yang banyak diperjuangkan di dunia Islam, karena konsep integrasi justru lahir dari mindset dikotomis. Saya tidak punya mindset dikotomis itu. Saya memiliki pandangan tentang integrated sciences — keilmuan yang sudah utuh sejak awal.”
Pernyataan tersebut sontak menggugah audiens. Di tengah arus besar perjuangan integrasi ilmu di berbagai kampus Islam, Prof. Ilman menawarkan paradigma baru: bukan integrasi dua hal yang terpisah, melainkan keilmuan yang sejak awal terjalin secara holistik antara wahyu, akal, dan pengalaman manusia.
Konsep “Muhsin Sejati”: Sintesis Iman, Etika, dan Inovasi
Lebih jauh, Prof. Ilman memperkenalkan model “Muhsin Sejati”, sebuah gagasan khas UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang menjadi ciri keunggulan sivitas akademika.
Menurutnya, Muhsin Sejati adalah ulama yang beriman, teknolog yang beretika, dan ilmuwan yang mencipta wawasan berdasarkan nilai tauhid dan kemaslahatan publik.
“Dalam tradisi Islam, ihsan berarti berbuat dengan kesungguhan dan kesadaran akan kehadiran Allah. Konsep Muhsin Sejati menuntun kita menjadi insan akademik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga luhur secara spiritual dan sosial,” ujar Prof. Ilman dalam penutupan sesinya.
Etika Digital dan Kolaborasi Interdisipliner
Melengkapi gagasan tersebut, Prof. Septi Gumiandari menyoroti pentingnya inovasi digital dan kolaborasi interdisipliner dalam membangun ekosistem pendidikan Islam di era transformasi global.
Ia menekankan bahwa teknologi bukan sekadar alat, melainkan katalisator nilai-nilai etika Islam dan penguatan kesejahteraan masyarakat.
“Keberhasilan transformasi pendidikan Islam di era digital mensyaratkan harmonisasi antara integritas, kolaborasi lintas disiplin, dan inovasi berkelanjutan yang tetap berpijak pada etika keislaman,” tegas Prof. Septi.
Pandangan keduanya menghadirkan sintesis antara tradisi, inovasi, dan spiritualitas, menolak dikotomi lama antara agama dan sains, serta menegaskan arah baru integrasi keilmuan Islam yang lebih kontekstual dan berdaya saing global.
Spirit UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon di Panggung Dunia
Partisipasi Prof. Ilman dan Prof. Septi dalam AICIS 2025 tidak hanya menandai kiprah internasional UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, tetapi juga menghadirkan spirit “Muhsin Sejati” sebagai model insan akademik Islam masa depan — yang berpikir global, berakhlak ihsan, dan berkontribusi nyata bagi peradaban.
Gagasan ini meneguhkan posisi UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon sebagai pionir pendidikan Islam berbasis digital yang berkomitmen membangun peradaban ilmu yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
 
								
