
UIN Siber Cirebon – Sesi pemaparan materi dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama bagi Majelis Taklim, Masjid, dan Tokoh Agama yang digelar oleh Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama RI berlangsung dinamis dan sarat wawasan. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Aston Cirebon dan menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka dalam sesi paralel yang dipandu oleh panitia.(14/10).
Salah satu tokoh yang turut memberikan materi penting adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag., yang membawakan materi bertajuk “Menanam Nilai Moderasi Beragama di Dunia Pendidikan: Membangun Generasi Toleran dan Inklusif.”
Dalam paparannya, Prof. Aan menegaskan bahwa pendidikan memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Ia menjelaskan pentingnya adab dan ilmu sebagai fondasi utama dalam membangun karakter generasi masa depan.
“Adab adalah yang pertama, sebelum ilmu. Dalam Islam, adab menjadi cerminan kemuliaan seseorang. Ilmu tanpa adab bisa melahirkan kebencian. Di sinilah moderasi beragama berperan sebagai penyeimbang,” ujar Prof. Aan di hadapan peserta.
Lebih lanjut, ia menguraikan konsep “Muslim Kaffah” yang tidak hanya taat secara ritual, tetapi juga menjalankan hubungan harmonis dengan Tuhan (hablum minallah) dan sesama manusia (hablum minannas). Konsep ini, menurutnya, hanya bisa terwujud jika pola pikir masyarakat dibentuk secara inklusif dan moderat.
“Kita butuh generasi yang tidak hanya paham agama, tapi juga mampu menghargai perbedaan, menjaga kearifan lokal, serta merawat tradisi dan budaya masyarakat yang beragam,” tambahnya.
Menutup sesi, Prof. Aan menyampaikan bahwa sikap moderat sejatinya adalah wujud dari keadilan, baik dalam berpikir, bersikap, maupun bertindak. Ia menjelaskan bahwa kata “adil” berasal dari akar kata “i’tidal”, yang berarti seimbang, lurus, dan proporsional.
Sementara itu, KH. Buya Husein Muhammad, yang menyampaikan materi bertajuk: “Menjaga Harmoni di Ruang Majemuk: Implementasi Penguatan Moderasi Beragama di Kota Cirebon.”
Dalam pemaparannya, Buya Husein mengajak para peserta untuk melihat perbedaan sebagai anugerah, bukan sumber konflik. Ia menegaskan bahwa keberagaman adalah bagian dari sunnatullah—hukum alam yang dikehendaki oleh Tuhan.
“Perbedaan adalah rahmat. Allah menciptakan manusia berbeda-beda suku, bangsa, dan keyakinan agar kita saling mengenal dan memahami. Di sinilah pentingnya kita membangun sikap saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai,” tutur Buya Husein, merujuk pada QS. Al-Hujurat: 13.
Ia juga mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan, “Ikhtilafu ummati rahmah” — “Perbedaan di antara umatku adalah rahmat.” Menurutnya, pemahaman terhadap hadis ini penting untuk mencegah cara pandang eksklusif dan merasa paling benar sendiri dalam beragama.
Buya Husein menekankan bahwa implementasi moderasi beragama di tengah masyarakat majemuk seperti Cirebon harus dimulai dengan kesadaran akan pentingnya saling memahami dan memberi ruang bagi ekspresi keberagamaan yang damai dan toleran.
Ia mengingatkan bahwa moderasi bukan berarti mencairkan prinsip agama, melainkan menjalankan nilai-nilai agama dengan sikap yang adil, seimbang, dan penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk Tuhan.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga momentum memperkuat komitmen bersama dalam membangun kehidupan keagamaan yang damai, adil, dan berkeadaban.
Sesi ini menjadi ruang refleksi mendalam bagi para tokoh agama, pengurus masjid, dan majelis taklim, untuk terus mengembangkan narasi keagamaan yang damai, adil, dan mencerahkan. Dengan adanya kegiatan ini, Kementerian Agama berharap nilai-nilai moderasi dapat menjadi panduan hidup masyarakat dalam merajut harmoni dan persatuan di tengah keberagaman.