UIN Siber Cirebon — Pimpinan Pusat Ikatan Guru Raudhatul Athfal (IGRA) berkolaborasi dengan Kantor Kementerian Agama Kota Cirebon dan Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon menggelar Seminar Implementasi Kurikulum Cinta dengan tema “Mendidik dengan Hati, Membina dengan Cinta di Raudhatul Athfal”, Selasa (23/12/2025). Kegiatan ini berlangsung secara hybrid di Gedung Siber SBSN Lantai 8 UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dan diikuti oleh guru Raudhatul Athfal (RA) dari seluruh Indonesia.
Seminar ini menjadi ruang refleksi sekaligus penguatan kapasitas pendidik anak usia dini dalam mengimplementasikan Kurikulum Cinta sebagai pendekatan pendidikan yang menekankan nilai kasih sayang, empati, moderasi beragama, serta pembentukan karakter sejak usia dini.
Ketua PP IGRA, Dra. Hj. Euis Susilawati, M.Pd., dalam laporannya menyampaikan bahwa seminar ini merupakan ikhtiar bersama untuk memperkuat kualitas pendidikan anak usia dini pada jenjang RA melalui pendekatan kurikulum berbasis cinta, empati, dan keteladanan. Kegiatan ini juga menjadi wujud sinergi antara panitia pelaksana dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama sebagai mitra strategis dalam pembinaan dan pelatihan guru RA.
“Melalui seminar ini, kami ingin mendorong implementasi pembelajaran RA yang ramah anak, aman, dan penuh kasih sayang, menyelaraskan praktik pembelajaran dengan kebijakan Kementerian Agama, serta menginspirasi guru RA untuk menjadi agen perubahan di lingkungan pendidikannya,” ujar Euis.
Kegiatan seminar secara resmi dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Cirebon, Hj. Riana Anom Sari, S.E. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa Kurikulum Cinta merupakan jawaban atas tantangan pendidikan anak usia dini di tengah dinamika sosial dan pesatnya perkembangan zaman.
“Kurikulum Cinta bukan sekadar konsep, tetapi pendekatan pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek yang harus dididik dengan hati, dibina dengan cinta, dan diarahkan pada nilai-nilai kemanusiaan serta keislaman yang rahmatan lil ‘alamin,” tegasnya.
Hj. Riana juga menekankan peran strategis Raudhatul Athfal dalam menanamkan fondasi karakter, toleransi, dan akhlak mulia sejak dini. Oleh karena itu, guru RA dituntut tidak hanya unggul secara pedagogik, tetapi juga memiliki kepekaan emosional dan spiritual dalam proses mendidik.
Seminar ini menghadirkan narasumber Handayani Suminar Indrati, S.Pd., yang dalam paparannya menegaskan bahwa Kurikulum Cinta bukanlah kurikulum baru yang menggantikan kurikulum lama, melainkan sebuah pendekatan yang menjadi ruh dan jiwa dalam pelaksanaan kurikulum yang sudah ada.
“Kurikulum berbasis cinta ini memberi nyawa pada kurikulum. Bukan sekadar menambahkan program atau membiasakan hal-hal baik, tetapi mengubah mindset seluruh ekosistem sekolah—kepala sekolah, guru, orang tua, dan siswa—agar dari awal hingga akhir proses pendidikan dipenuhi oleh cinta,” jelasnya.
Ia juga mengajak peserta untuk melakukan refleksi diri, memaknai Kurikulum Cinta sebagai sesuatu yang tidak hanya dipahami secara konsep, tetapi benar-benar dirasakan jiwanya dalam praktik pendidikan sehari-hari. Handayani mengaitkan pendekatan ini dengan visi Indonesia Emas 2045, di mana pendidikan anak usia dini menjadi fondasi penting dalam menyiapkan generasi unggul di masa depan.
Dalam sesi reflektif (muhasabah), peserta diajak untuk menyadari besarnya cinta Allah dan Rasul-Nya, serta bagaimana nilai-nilai tersebut dapat dihadirkan terlebih dahulu dalam diri pendidik sebelum ditransmisikan kepada peserta didik, khususnya saat mengajarkan nilai-nilai keislaman dan hadis kepada anak-anak.
Kegiatan seminar dipandu oleh Henry Gusbrava, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, dan berlangsung dengan penuh antusiasme. Melalui seminar ini, diharapkan implementasi Kurikulum Cinta di Raudhatul Athfal dapat semakin menguat dan berdampak nyata dalam membentuk generasi yang berkarakter, moderat, dan berakhlak mulia.






