AICIS+ 2025: Langkah Strategis Indonesia Menuju Pusat Keilmuan Dunia

UIN Siber Cirebon (Depok, Kemenag) — Kementerian Agama Republik Indonesia menegaskan ambisinya untuk membawa Indonesia menempati posisi strategis di peta keilmuan dunia. Melalui penyelenggaraan Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025, Indonesia ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa negeri dengan mayoritas Muslim terbesar ini bukan hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi produsen gagasan global yang lahir dari nilai, riset, dan tradisi intelektual yang kuat.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Amien Suyitno, dalam konferensi pers yang digelar di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Senin (27/10/2025).

“Lewat AICIS+ 2025, kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros akademik dunia Islam — tempat para ilmuwan, ulama, dan peneliti berdialog, berdebat, dan membangun solusi atas persoalan global,” ujar Amien Suyitno.

AICIS+ 2025 yang akan digelar pada 29–31 Oktober 2025 di kampus UIII Depok, hadir dengan misi besar: memperkuat diplomasi keilmuan Indonesia di tingkat internasional. Tahun ini, konferensi tersebut tidak hanya berfokus pada isu-isu keislaman, tetapi juga memperluas cakupan ke bidang sains, teknologi, sosial, dan lingkungan hidup.

Kemenag melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ingin memposisikan diri sebagai jembatan antara tradisi ilmiah Islam dan sains modern, dengan semangat integrasi dan kolaborasi global.

“Kita ingin Kementerian Agama menjadi center of excellence — pusat diskusi dan pengembangan ilmu yang relevan dengan tantangan zaman. AICIS+ adalah langkah menuju arah itu,” tambah Amien.

Tahun ini, AICIS+ 2025 akan menghadirkan pembicara dan peserta dari empat benua, melibatkan pakar lintas agama dan disiplin ilmu. Kehadiran mereka menjadi simbol nyata bahwa Indonesia kini tampil sebagai ruang dialog global, tempat lahirnya gagasan yang melampaui batas sektarian dan geografis.

Selain menghadirkan ilmuwan dari dunia Islam, AICIS+ juga mengundang akademisi dari tradisi Kristen, Hindu, Buddha, bahkan sekularisme modern menegaskan posisi Indonesia sebagai model pluralisme akademik dan toleransi ilmiah yang diakui dunia.

Dalam pandangan Kementerian Agama, diplomasi tidak hanya berbentuk hubungan politik atau ekonomi, tetapi juga melalui diplomasi keilmuan (science diplomacy). Melalui riset, diskusi, dan kolaborasi internasional, Indonesia berharap dapat mempengaruhi arah percakapan global, khususnya dalam isu-isu besar seperti perdamaian, lingkungan hidup, dan kemanusiaan.

“Kita ingin suara Indonesia didengar, bukan hanya karena jumlah penduduk Muslimnya yang besar, tetapi karena kontribusi ilmiahnya nyata dan solutif,” tegas Amien.

AICIS+ 2025 juga membuka ruang bagi peneliti muda Indonesia untuk menampilkan karya mereka dalam expo riset internasional. Program ini menjadi jembatan agar riset-riset dari madrasah unggulan, perguruan tinggi keagamaan, hingga kampus sains dan teknologi dapat dikenal dan diakui di tingkat global.

Dipilihnya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan. Kampus ini dirancang sebagai ikon akademik modern Islam di Asia Tenggara, sekaligus menjadi simbol keterbukaan intelektual Indonesia terhadap dunia. Dengan fasilitas riset berkelas internasional dan ekosistem akademik global, UIII menjadi panggung ideal bagi AICIS+ untuk menunjukkan kelas dan kapabilitas ilmuwan Indonesia.

“UIII adalah jendela dunia untuk melihat wajah Islam Indonesia — moderat, terbuka, dan berorientasi masa depan,” tutur Amien.

AICIS+ 2025 bukan sekadar konferensi, melainkan bagian dari strategi jangka panjang Kementerian Agama untuk mengangkat reputasi Indonesia di dunia akademik global.
Melalui forum ini, Indonesia berharap menjadi pusat percakapan ilmu dan etika, tempat dunia belajar bahwa ilmu pengetahuan dan iman bisa berjalan beriringan.

Dengan semangat “From Indonesia to the World”, Kementerian Agama ingin memastikan bahwa kontribusi akademik Indonesia tak lagi berhenti di seminar lokal, melainkan bergema di ruang-ruang ilmiah internasional.

Sumber: Humas dan Komunikasi Publik